Kenapa Perpres Kendaraan Listrik Bukan untuk "Hybrid"
- Perkembangan terbaru mengenai Peraturan Presiden ( Perpres) soal Program Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik, disepakati hanya akan mengacu pada kendaraan listrik berbasis baterai alias Battery Electric Vehicle (BEV). Dengan demikian, maka Perpres tersebut tidak akan mengatur soal kendaraan listik seperti hibrida atapun plug-in hybrid.
Ketua Program Percepatan dan Pengembangan Kendaraan Listrik Satryo Soemantri Brodjonegoro, mengatakan hal tersebut sudah di sepakati pada pertemuan dengan beberapa petinggi di awal Januari 2019 lalu. Langkah tersebut dinilai menjadi hal yang paling tepat untuk membangun industri otomotif di Indonesia.
"Kenapa baterai, karena teknologi itu yang Indonesia punya untuk bersaing dengan negara lain. Ini menjadi satu-satunya peluang kita punya kendaraan listrik berbasis baterai. Kalau berangkat bersaing dari kendaraan listrik berbasis baterai, maka kita berangkat dari starting point yang sama," ucap Satryo saat memaparkan perkembangan Perpres di seminar Masyarakat Konservasi & Efisiensi Energi Indonesia (MASKEEI) di Tangerang, Rabu (30/1/2019).
Satryo menjelaskan, bila pengembangan kendaraan listrik nantinya tidak hanya untuk mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) dan menekan emisi karbon di Indonesia, tapi juga harus bisa meningkatkan kapasitas produksi nasional untuk kendaraan listrik. Dengan demikian, Indonesia akan memiliki industri otomotif sendiri, khususnya mengacu pada kendaraan bermotor listrik nasional.
Dengan adanya Perpres yang terfokus pada kendaraan listrik baterai, Indonesia akan memiliki potensi sebagai bagian dari global supply chain. Apalagi dengan sudah dimulainya pembangunan pabrik baterai di Morowali karena Indonesia memiliki bahan bakunya.
"Kita akan berkompetisi dengan negara lain, ini menjadi peluang satu-satunya. Kami tidak ingin terulang kembali selama ini hanya mengimpor teknologi bahkan kalau pun dikembangkan di Indonesia nilai tambahnya masih kecil, apalagi copyright-nya bukan milik kita. Masalahnya, kita harus mulai sekarang, now or never," ucap Satryo yang juga berperan sebagai Penasihat Khusus Menko Maritim untuk mengharmonisasikan berbagai kepentingan dalam proses penyiapan Perpres tersebut.
Sebagian agen tunggal pemegang merek (ATPM) yang mulai gencar mengenalkan teknologi kendaraan listrik di Tanah Air, berpendapat langkah awal untuk melakukan penetrasi atau sosialisasi pasar kendaraan listrik baiknya dimulai dengan kendaraan hibrida lebih dulu. Namun kondisi tersebut dinilai Satryo justru merugikan ke depannya.
"Mesin hybrid kita tidak akan bisa mulai, karena hybrid masih menggunakan mesin konvensional (internal combustion engine/ICE). Selama ini kita belum menguasai teknologi itu dan lebih rumit dibandingkan listrik baterai. Selama ini pabrikan Jepang yang sudah produksi di sini tidak pernah kasih kita teknologinya, seperti Toyota, dan bila terus begitu kita tidak akan pernah punya industri otomotif sendiri," ujar Satryo.
"Perpres ini hanya untuk percepatan, sesuai namanya mempercepat dan yang paling siap yang berbasis baterai untuk segera dikembangkan secara nasional. Kita tidak akan pernah bisa membuat mesin combsution, yang lainnya mungkin kita bisa bikin, tapi untuk mesin, kita tidak bisa karena tidak pernah diberikan sama sekali, karena semuanya punya Jepang, kembali lagi kita hanya merakit saja," kata Satryo.