Komentar Komunitas soal Larangan Pakai GPS Saat Berkendara
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan pengujian kembali penggunaan fitur Global Positioning System ( GPS) pada telepon genggam menuai banyak komentar.
Gugatan yang dilayangkan Toyota Soluna Community (TSC), diwakili oleh Ketua Umum Sajaya Adi Putra, pada 2018 lalu ini dilakukan sebagai peninjauan ulang terhadap Pasal 106 Ayat 1 dan Pasal 283 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal tersebut berbunyi,setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi. Frasa penuh konsentrasi yang kemudian diminta ditinjau untuk pelaksanaannya di lapangan agar tidak melarang penggunaan GPS dari telepon genggam.
Terkait keputusan ini beberapa anggota komunitas pun angkat bicara. Ketua Umum Avanza Xenia Indonesia Club Taufik menyebutkan bahwa keputusan mengenai GPS ini terdengar berlebihan, terlebih melihat kebutuhan saat ini terhadap sistem navigasi kendaraan.
Dilema Keputusan MK soal Larangan Penggunaan GPS Saat Berkendara
Apalagi dilarang penggunaannya. Sebab, selama ini kalau digunakan dan ditempatkan pada posisi tepat, telepon genggam itu tidak mengganggu, ucap Taufik yang dihubungi Kamis (31/1/2019).
Taufik mengungkapkan, anggota komunitas setuju bila penggunaan telepon genggam saat mengemudi, dalam hal ini membalas pesan atau texting while driving, adalah perbuatan salah. Sebab, hal ini sesuai dengan komitmen komunitas untuk menjalankan safety driving, yakni No texting while driving.
Suara lain diungkapkan Fariz, Presidium Honda Automotive Indonesia (HAI). Menurut dia, penggunaan GPS memang harus dilihat kasus per kasus atau sesuai dengan perilaku berkendara.
Misal dia menggunakan GPS (memasukkan alamat, setting tujuan) saat kendaraan berjalan jelas dilarang. Tapi kalau GPS sudah tersetting, dan pengendara tidak perlu menggenggam alias hanya memonitor itu tidak masalah, ucap Fariz.
Fariz memahami kekhawatiran rekan-rekan di TSC yang melihat pasal ini dapat dipukul rata pada pengendara di Indonesia. Menurutnya, hal seperti ini berlebihan dan merugikan kondisi lalu lintas itu sendiri.
Larangan Pakai GPS Saat Berkendara, Perlu Ada Pengembangan Regulasi
Bayangkan orang kebingungan cari arah, tentu akan membuat lalu lintas lebih kacau. Dan akan lebih berbahaya jika kemudian si pengendara mendadak harus berbelok, berbeda dengan GPS yang sudah ada tuntunan rute, ucap Fariz yang juga menjabat sebagai Wasekjen Indonesia Automotive Society (IAS).
Founder dan Pembina Toyota Soluna Vios Club (TSVC), Rizky Basworo sedikit menyesalkan bunyi peraturan yang multitafsir tersebut, meski dirinya setuju pelarangan tersebut. Pasalnya saat ini pada mobil-mobil baru, head unit sudah memiliki navigasi yang membantu perjalanan pengemudi.
Jadi selain telepon genggam, bisa dari head unit dengan fitur mirrorlink untuk membuat tampilan seperti telepon genggam. Atau proses navigasi dilakukan oleh penumpang. Itu bisa lebih aman. Sekarang sebenarnya produk kendaraan bertujuan untuk keselamatan juga, jadi pengemudi bisa memanfaatkan itu, ucap Rizky.
Diketahui, Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Ketua Anwar Usman menilai permohonan tidak beralasan secara hukum sehingga MK menolak gugatan tersebut. MK beralasan dalam UU LLAJ telah dijelaskan peraturan mengemudi secara wajar meski disadari bahwa materi muatannya masih sederhana dan belum mampu menjangkau seluruh aspek perilaku berkendara yang tidak tertib, termasuk penggunaan GPS.
MK memahami penggunaan GPS dapat membantu pengemudi mencapai tempat tujuan meski demikian penggunaan GPS bisa merusak konsentrasi pengendara karena pengemudi melakukan dua aktivitas sekaligus. Frasa penuh konsentrasi bertujuan untun untuk melindungi kepentingan umum yang lebih luas akibat perilaku mengemudi yang konsentrasinya bisa terganggu.
Namun, penggunaan GPS dapat dibenarkan jika secara langsung tidak menggunakan konsentrasi. Maka itu dalam penindakannya dikembalikan kepada petugas apabila menemukan tindakan pengendara yang tidak fokus dan mengganggu keselamatan pengguna jalan lain atau penerapannya harus dilihat secara kasuistik.